Selasa, 02 Juli 2019

PERSATUAN INSINYUR INDONESIA


PERSATUAN INSINYUR INDONESIA

       Persatuan Insinyur Indonesia atau disingkat PII (dalam bahasa Inggris The Institution of Engineers Indonesia – IEI) adalah organisasi profesi yang didirikan di Kota Bandung pada tanggal 23 Mei 1952 untuk menghimpun para insinyur, termasuk sarjana teknik dan sarjana sains yang bekerja di bidang keteknikan di seluruh Indonesia.
Sejarah
      Sejarah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dimulai pada tanggal 23 Mei 1952 ketika Ir. H. Djoeanda Kartawidjaja dan Prof. Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo berkumpul bersama kawan-kawannya sesama insinyur Indonesia di Aula Barat, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang menjadi ITB) di Jl. Ganesha 10, Bandung. Pada saat itu jumlah insinyur Indonesia baru sekitar 75 orang. Sementara tanggung jawab yang harus dipikul sangat besar. Untuk itu disepakati untuk membuat Persatuan Insinyur Indonesia dengan tujuan untuk mempererat kerja sama para insinyur agar dapat menjadi kekuatan yang nyata untuk membangun negara dan bangsa Indonesia. Pada tahun 1957, PII juga menjadi salah satu motor utama berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). PII adalah organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah IDI.
Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia*.

Catur karsa adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain:
(1) mengutamakan keluhuran budi
(2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan
(4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.   
Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi antara lain:
(1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,
(2) bekerja sesuai dengan kompetensinya,
(3) hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan,
(4) menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya,
(5) membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing,
(6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan
(7) mengembangkan kemampuan profesional.
Apabila kita baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.
Salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang berlaku, on how the engineers should act. Insinyur dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi atau bribe dalam istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan, anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia berada,  ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.
Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur  Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000 miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia. Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan (3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.

Sebelum berbicara mengenai sertifikasi, sepertinya saya perlu membeberkan hasil investigasi saya mengenai perbedaan antara Insinyur dan Sarjana Teknik. Semuanya ini diawali dengan diselenggarakannya Program Pengembangan dan Pembinaan Keprofesionalan Indonesia oleh PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Tujuan program itu ada dua :
                
1. Sebutan (gelar) profesi baru : Insinyur
2. Sertifikat keprofesionalan baru : Insinyur Profesional

Anda pasti bertanya-tanya, mengapa Insinyur disebut sebagai profesi baru? Memang seperti yang kita ketahui semua bahwa gelar Insinyur sudah ada sejak negeri ini merdeka, dimana gelar ini diberikan kepada mahasiswa teknik yang sudah menyelesaikan pendidikan tekniknya. Sejak S.T menggantikan peran Ir., di tahun 1993, praktis gelar insinyur seolah-olah ‘hilang’ karena penyebutan insinyur sudah tidak berlaku lagi. Namun masyarakat awam dan mayoritas  lulusan jurusan teknik tahun 1993 sampai sekarang tetap mengganggap bahwa semua penyandang S.T memiliki nama lain yang disebut insinyur. PII menganggap mindset seperti ini salah. Sarjana Teknik tidak bisa disebut sebagai Insinyur. Why?

Di Indonesia, ada perbedaan antara gelar akademis dan gelar profesi :

- Gelar Akademis : gelar yang diperoleh setelah menyelesaikan pendidikan akademis, misalnya Sarjana Hukum (SH), Sarjana Farmasi (SF), yang lazim disebut gelar S-1  serta gelar akademis lanjutan seperti S-2 (Magister) dan S-3 (Doktor) yang menunjukkan tingkat kemampuan akademis dan penelitian

- Gelar Profesi : misalnya Pengacara, Apoteker, Dokter, Notaris, Jaksa, Hakim atau Akuntan, yaitu sebutan bagi para penyandang gelar akademis yang telah mempraktekkan hasil pendidikan akademisnya itu sebagai profesinya sehari-hari dan mendapatkan pengakuan/sertifikasi keprofesian dari badan profesi tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pemerintah, penetapan suatu  profesi dilakukan oleh Menteri Pendidikan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi. Nah, PII sebagai wadah penyatu para Sarjana Teknik dan Sarjana Pertanian, meluncurkan sebutan profesi Insinyur bagi para anggotanya. Nantinya sebutan profesi Insinyur ini akan disingkat Ir.,  dan dicantumkan oleh penyandangnya di depan nama, sama persis seperti ‘insinyur’ lulusan PT tahun 40-80an. Pemberian gelar Insinyur ini tidak mudah. Anda diharuskan mengikuti Program Profesi yang memberi mereka kemampuan lebih teknis dan detail untuk memasuki profesi engineering yang sebelumnya tidak diperolehnya di pendidikan akademisnya.

Langkah selanjutnya, PII memberikan pula sertifikat keprofesionalan Insinyur Profesional (IP) yang disertifikasikan kepada penyandang sebutan profesi Insinyur. Sertifikasi keprofesionalan IP ini dapat dicantumkan di belakang nama penyandang. Sertifikasi keprofesionalan IP mempunyai 3 jenjang yang terdiri dari Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama. 

Untuk mendapatkan sertifikasi IP, syarat dan ketentuan berlaku. Ketentuan lengkapnya dan penjabaran lebih lanjut mengenai jenjang IP tidak akan saya bahas disini. Teman-teman dapat melihat di situs resmi PII : pii.or.id. Dan perlu kita ketahui bersama bahwa Sertifikat professional IP ini berbeda dengan berbagai sertifikat keahlian yang biasanya dikeluarkan oleh berbagai asosiasi profesi insinyur spesialis baik dalam dan luar negeri, untuk program pelatihan spesialisasi.

Melihat proses tersebut, bisa dikatakan bahwa jalan untuk mendapatkan gelar dan pengakuan profesi Insinyur cukup rumit. Bayangkan, pasca mendapatkan gelar akademis S.T, kita harus bergabung dengan PII dan harus mengikuti Program Profesi mereka untuk mendapatkan gelar profesi Insinyur dan setelah itu harus berjuang untuk mendapatkan Sertifikat Keprofesionalan Insinyur Profesional. Ada beberapa latar belakang utama bagi PII mengapa mereka meluncurkan sebutan profesi Ir., dan sertifikasi keprofesionalan IP.

Yang pertama adalah tentang gelar Insinyur. Dalam kurun waktu 40-50 tahun terakhir, dalam ijazah tamatan Perguruan Tinggi jurusan Teknik dan Pertanian tidak disebutkan adanya gelar profesi Insinyur sehingga Ir., pada jaman itu adalah gelar kesarjanaan akademis yang ‘liar’ dan ‘ambigu’. Jika ada pihak yang kurang sepakat dengan pendapat seperti itu dan mengatakan bahwa Ir., adalah suatu sebutan profesi, maka Ir., merupakan sebutan profesi yang sangat heterogen karena belum pernah ditetapkan kualifikasinya. 

Orang pada jaman itu bisa saja mengaku berprofesi sebagai Insinyur, entah mesin, sipil, kimia, computer, pertanian, kehutanan, peternakan, perminyakan, dll. Situasi seperti ini sangat mirip dengan gelar doktorandus. Coba bandingkan dengan sebutan profesi lain seperti Akuntan, Dokter, Notaris, Apoteker, Hakim, dll, sebutan profesi Insinyur sangat jauh tertinggal dalam hal keabsahan statusnya, klasifikasinya, tanggungjawab perdatanya (legal liability) dan proteksi keprofesiannya. 

Di dunia internasional, sebutan Ir., Indonesia belum memiliki kesetaraan dengan Negara lain. Beberapa negara di ASEAN, Australia dan Selandia Baru telah mempunyai sebutan profesi keinsinyuran yang jelas keabsahannya serta saling diakui antara satu Negara dengan Negara lainnya. Kesimpulannya, gelar Ir., era orde lama dan orde baru benar-benar merupakan murni gelar sarjana akademik. BUKAN gelar profesi.

Dari sisi historis, PII telah lama tumbuh sebagai ‘ormas’, bukan sebagai badan organisasi keprofesian. Di masa lalu, semua lulusan Perguruan Tinggi jurusan Teknik langsung menjadi anggota PII. Selain itu, kegiatan-kegiatan PII lebih bersifat paguyuban seperti olahraga, halal-bihalal, peringatan HUT dan semacamnya. Kegiatan pembinaan keprofesian sangat minim dilakukan. Sejak perubahan gelar sarjana keteknikan dari Ir., menjadi S.T, kondisi dunia keinsinyuran semakin tidak jelas lagi.

Tingkat profesionalisme para Insinyur Indonesia yang rendah dan era persaingan global yang semakin ketat membuat perlu adanya lembaga khusus di bidang keinsiyuran yang mapan dan terstruktur untuk melaksanakan kegiatan rekrutmen, sertifikasi dan kaderisasi keprofesian sesuai bidang masing-masing. Jika lembaga mapan seperti ini mampu meningkatkan keprofesionalan para Insinyur Indonesia, bisa dipastikan bahwa kinerja Insinyur kita semakin baik. Ciri-ciri seorang Insinyur professional adalah tanggungjawabnya yang penuh akan hasil karyanya sehingga jika dikemudian hari proyek atau produk buatannya mengalami kerusakan dan kesalahan, dia siap bertanggung jawab secara perdata. Di lain pihak, keprofesionalan insinyur juga memberikan kemudahan baginya dalam hal finansial dan jaminan hari tua.

Latar belakang seperti itulah yang membuat PII mengubah orientasi kegiatan dan arah gerak organisasi. Adanya sertifikasi dan system yang mengatur keprofesian serta program-program penunjang ketrampilan insinyur


Tidak ada komentar:

Posting Komentar