KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
DI INDUSTRI
1.
Ketentuan ISO 45001 dan OHSAS 14001
International Organization for Standarization (IOS) 45001 telah menerbitkan
standar internasional yang mirip dengan OHSAS 18001:2007 dengan judul “ISO
45001: Occupational health and safety management systems – Requirements”
Standar ISO 45001 memuat persyaratan sistem manajemen keselematan dan kesehatan
kerja (SMK3)
Awalnya ISO 45001
diperkirakan akan dirilis pada Oktober 2016 namun ternyata proses dari DIS
(Draft International Standard) menuju ke FDIS (Final Draft) terhambat di bulan
November 2015 karena belum ada nya kata sepakat diantara tim teknis penyusun /
Technical Commitee di IOS. Dari informasi website www.iso.org ISO 45001 akan
muncul DIS ke 2 di Januari 2017 dan diperkirakan akan di rilis standar ISO nya
per akhir 2017.
Namun dari DIS-1 yang
sudah di publish kita bisa menarik kesimpulan bahwa acuan penyusunan ISO 45001
memang salah satunya menggunakan OHSAS 18001.
Lalu apa yang baru
dengan ISO 45001 :
Pertama :
Pastinya mengadopsi
High Level Structure (HLS) berdasarkan ISO Guide 83 (“Annex SL”)
yaitu struktur wajib untuk seluruh standar ISO baru dan yang akan direvisi oleh
IOS serta penggunaan terminologi dan definisi umum yang ada Annex SL misalnya
corrective action, management review, audit, dll. Struktur ini bertujuan untuk
mempermudan proses integrasi beberapa sistem manajemen secara harmonis,
terstruktur dan efisien dalam 1 perusahaan.
Kedua :
Karena menerapkan HLS
maka mau tidak mau perbedaan mendasar dalam ISO 45001 jika dibandingkan dengan
OHSAS 18001 ada pasal baru mengenai "Konteks Organisasi”. Bagi yang
sudah pernah menerapkan ISO 26000 mengenai CSR atau ISO 31000 tentang Risk
Management pasti sudah mengenal "Context of Organization" dimana
sebelum membuat suatu perencanaan dalam sistem manajemen K3 nya, Organisasi wajib
mempertimbangkan Isu Internal dan Eksternal serta Harapan dan Keinginan Pihak
Terkait seperti Pemerintah Karyawan Masyarakat sekitar dan Pemilik Saham.
Contoh Isu Eksternal
Penerapan SMK3 adalah tuntutan cuatomer misal melalui sertifikasi WRAP
(Worldwide Responsible Accredited Production) yang mengharuskan suatu
Perusahaan mebuktikan bahwa implementasi kegiatan bisnisnya "Aman dalam
proses produksi, patuh terhadap undang-undangan mengenai lingkungan dan K3, dan
senantiasa memenuhi hak-hak karyawannya termasuk keselamatan kesehatan kerja.
Ketiga :
Masih karena
menerapkan HLS maka perbedaan mendasar ketiga dalam ISO 45001 jika dibandingkan
dengan OHSAS 18001 adalah penerapan Struktur baru yaitu "Leadership".
Dalam implementasinya Perusahaan yang menerapkan OHSAS 18001 mendelegasikan
tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja pada Management Representative
K3 / Manajer K3. Namun dengan ISO 45001, peran K3 tidak akan menjadi
tanggung jawab tunggal MR atau manajer K3 namun harus Majemen Puncak
termasuk Pimpinan tiap Departemen.. Seperti apa implementasi nya ?
Salah 1 nya adalah
memastikan tanggung jawab dari manajemen puncak terkait implementasi SMK3 dan
peran kepemimpinan dari masing-masing Head of Departemen seperti dalam hal
mengkomunikasikan kontribusi karyawan sangat lah penting bagi implementasi
SMK3
seperti apa aktualnya
?
Misal saat meeting K3
Top managemen wajib hadir dan ikut memberikan materi terkait K3. Saat terjadi
insiden kecelakaan kerja Manajemen harus bertanggung jawab sebagai wujud
kegagalan pengawasan nya
Keempat :
Yang paling terasa
juga di ISO 45001 dibanding OHSAS 18001 adalah bukan hanya mengidentifikasi dan
evaluasi seberapa jauh regulasi K3 yang terkait dengan ruang lingkup SMK3 di
penuhi namun Penaatan Regulasi menjadi poin utamanya
Kelima :
Dalam DIS juga
terlihat bahwa ISO 45001 mempersyaratkan organisasi untuk memperhitungkan
bagaimana pemasok dan kontraktor mengelola resikonya.
Keenam :
Dalam ISO 45001
beberapa konsep dasar yang berubah jika dibandingkan dengan OHSAS 18001,
seperti risiko, pekerja dan tempat kerja. Ada juga istilah definisi baru
seperti: monitoring, pengukuran, efektivitas, kinerja dan proses K3.
Namun secara
tujuan keseluruhan penerapan ISO 45001 adalah sama dengan OHSAS 18001 yaitu
fokus kepada pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja mengurangi
risiko yang tidak dapat diterima dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan
semua orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi.
Pada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu
K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan
masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa juga berdampak pada komunitas di sekitarnya. Beberapa
organisasi yang menggunakan OHSAS 18001 mendelegasikan tanggung jawab kesehatan
dan keselamatan kerja pada manajer K3, ketimbang mengintegrasikannya dalam
sistem operasi organisasi. ISO 45001 menuntut penggabungan dari aspek kesehatan
dan keselamatan kerja dalam keseluruhan sistem manajemen organisasi, dengan
demikian mendorong top manajemen untuk memiliki peran kepemimpinan yang kuat
terhadap sistem manajemen K3.
Telah berkembangan pada perusahaan dan
industri dewasa ini telah menyebabkan krisis lingkungan dan energi. Bermula
dari dampak industri inilah maka organisasi dan industri dituntut untuk
meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan
kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban
organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat.
Konservasi lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang
secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan
sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan, maka
berdasarkan kesepakatan international pada tahun 1996 International
Organization for Standardization. ISO 14001 dipelajari oleh berbagai bidang
pendidikan namun tidak “seumum” ISO 9001 yang banyak ditemui di bidang apa
saja. Sistem manajemen ini banyak ditemui pada bidang teknik lingkungan. Selain
itu sistem manajemen ini juga mempunyai kaitan dengan bidang ergonomi (teknik
industri) terutama pada kuliah manajemen limbah industri.
Secara Umum ISO 45001 adalah sebuah standar internasional baru untuk
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3 / OH&S), yang akan segera
menggantikan standar OHSAS 18001. Lalu apa perbedaan diantara keduanya? ISO
45001 adalah standar SMK3 yang dirancang
oleh Komite proyek ISO). Terdapat
sejumlah perbedaan antara ISO 45001
dan OHSAS 18001.
Perbedaan utama antara ISO 45001 dan OHSAS 14001 :
- Sama halnya dengan struktur versi
terbaru dari ISO 9001 dan ISO 14001, maka ISO 45001 juga mengadopsi High
Level Structure atau struktur tingkat tinggi yang terdiri dari 10
klausul dengan tujuan untuk memudahkan integrasi dengan sistem manajemen
lainnya.
- Karena mengadopsi High
Level Structure, maka ISO 45001 juga menerapkan “organization
and it’s context”. Sebelum menyusun sistem manajemen K3, organisasi
harus mempertimbangkan isu eksternal dan internal, serta kebutuhan dan
harapan dari pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah,
customer, shareholder, supplier, karyawan, dan masyarakat / komunitas
sekitar.
- Selain itu, dalam High
Level Structure juga terdapat peran kepemimpinan atau leadership yang
lebih baik. Oleh karena itu ISO 45001 menuntut pengintegrasian aspek K3
kedalam sistem manajemen perusahaan untuk dapat mendorong top manajemen
memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3.
Sedangkan dalam OHSAS 18001, tanggung jawab K3 biasanya didelegasikan pada
manajer K3.
- Dalam ISO 45001, organisasi
tidak hanya mengidentifikasi dan mengendalikan risiko terhadap K3, namun
organisasi juga dipersyaratkan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan
risiko dan peluang K3 lainnya yang berkaitan dengan keberlangsungan
organisasi. Sedangkan OHSAS 18001 hanya mempertimbangkan risiko K3 saja.
- ISO 45001 lebih menekankan dan
mendorong partisipasi dan kontribusi pekerja (worker
participation) dalam menyusun sistem manajemen K3, sedangkan
dalam OHSAS 18001 tidak clear dalam partisipasi pekerja
dalam sistem manajemen K3.
- ISO 45001 menuntut pemasok
barang dan jasa (kontraktor, supplier / vendor
perusahaan) untuk memenuhi persyaratan K3 karena pemasok barang dan jasa
merupakan bagian yang mempengaruhi kinerja K3 organisasi, sedangkan OHSAS
18001 tidak spesifik menuntut ini.
- ISO 45001 bersifat dinamis di
semua klausul dan menggunakan pendekatan proses (sama halnya dengan ISO
9001 & ISO 14001), sedangkan OHSAS 18001 lebih berdasarkan prosedur
sehingga tidak bersifat dinamis.
Poin-poin diatas mewakili pergeseran persepsi mengenai cara mengelola K3.
K3 tidak lagi dikelola dengan “berdiri sendiri”, tetapi harus dilihat dengan
perspektif yang kuat dan sebagai usaha untuk keberlanjutan organisasi.
2.
Ketentuan
UU No.1 Tahun 1970
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengatur
tentang Keselamatan Kerja. Meskipun judulnya disebut sebagai Undang-undang
Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja.
UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970
- Pengertian
Tempat Kerja
Yang dimaksud dengan “tempat kerja” dalam undang-undang (UU) ini adalah
tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana
tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja:
- Pengurus:
bertugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian tempat kerja
yang berdiri sendiri. Dalam Undang-undang Keselamatan Kerja, pengurus tempat
kerja berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua
ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya.
- Pengusaha:
orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu tempat
kerja.
- Direktur:
adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas Norma
Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas
Ketenagakerjaan).
- Pegawai
Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus yang
dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.
- Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen
Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
- Tujuan
Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah:
- Agar
tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
- Agar
sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
- Agar
proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.
- Dasar
Hukum
- Undang-Undang
Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27
- Undang-undang
No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai
Ketenagakerjaan.
- Beberapa
Peraturan yang Berkaitan dengan K3
- UU No.
1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No. 1, yang
memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan wanita,
waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
- UU UAP
(Stoon Ordonantie, Stdl. No.225 tahun 1930), yang mengatur keselamatan
kerja secara umum dan bersifat nasional.
- UU
Timah Putih Kering, yang mengatur tentang larangan membuat, memasukkan,
menyimpan atau menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah
dan pengobatan atau dengan izin dari pemerintah.
- UU
Petasan, yang mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk
kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah.
- UU Rel
Industri, yang mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna
keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan
perdagangan.
- UU No.
3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene
dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
- UU No.
3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial:
- Jaminan
kecelakaan kerja
- Jaminan
kematian
- Jaminan
hari tua
- Jaminan
pemeliharaan kesehatan
- Ruang
Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara
yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Azas-azas yang digunakan dalam UU No. 1 tahun 1970 adalah :
- Azas
nationaliteit memberlakukan UU keselamatan kerja kepada setiap warga
negara yang berada di wilayah hukum Indonesia (termasuk wilayah kedutaan
Indonesia di luar negeri dan terhadap kapal-kapal yang berbendera
Indonesia).
- Azas
teritorial memberlakukan UU keselamatan kerja sebagaimana hukum pidana
lainnya kepada setiap orang yang berada di wilayah atau teritorial
Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali
yang mendapat kekebalan diplomatik).
Dengan demikian, UU ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya
terdapat 3 unsur, yaitu:
- Adanya
tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha
- Adanya
tenaga kerja yang bekerja
- Adanya
bahaya kerja
- Syarat-syarat
K3
Persyaratan tersebut ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:
- Pasal 3
ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.
- Pasal 2
ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal 3
ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik
dan teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.
- Pasal 4
ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan
kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.
- Pengawasan
K3
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU Keselamatan Kerja,
sedangkan pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU ini dan membantu
pelaksanaannya.
- Pembinaan
K3
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-undang
Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku
pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.
- Ketentuan
Pelanggaran
Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah
hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-.
Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang
KUHAP.
- Peraturan
Pelaksanaan
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
- Peraturan
pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR) 1910 berupa
peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17 UU
Keselamatan Kerja.
- Peraturan
pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan Kerja sendiri
sebagai peraturan organiknya.
3. ANALISA KELASIFIKASI BAHAYA
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek
yang penting dalam suatu perusahaan. Salah satu yang berkaitan erat dengan K3
adalah kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan
masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita
tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber
daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar, karena manusia adalah
satu-satu nya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apa pun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya
pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang tidak
nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang
lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnya waktu kerja.
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Berdasarkan data yang tercatat menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat
83.714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6.506 cacat
dan 1.883 meninggal (Ansori, 2012).
Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh resiko
di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam
pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain.
Menurut perkiraan ILO, para pekerja yang menderita kecelakaan kerja sebanyak
250 juta setiap tahun. Berasal dari total 335.000 tempat kerja kecelakaan fatal
di seluruh dunia, kira-kira ada 170.000 kematian di tengah para pekerja di
bidang pertanian. Markkanen (2004) menjelaskan juga bahwa sektor pertanian
merupakan sektor yang dapat menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan
resiko bahaya kesehatan. Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk
pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan
kerja yang berakibat fatal. Selain itu, hampir 40% dari total angkatan kerja
bekerja di sektor pertanian. Dengan demikian, pemikiran mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang bekerja di sektor pertanian menjadi
relevan. Sebagai industri pengolahan kacang tidak terlepas dari aktivitas
pertanian mulai dari perkebunan sampai pada pengolahannya. Selain itu tidak
terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya, dan
material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian memiliki
kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam pelaksanaan
kegiatan ataupun aktivitasnya. Karena adanya potensi masalah yang cukup
signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kegiatan
produksi di industri pengolahan kacang kulit, maka perlu dilakukan analisis
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.