Jumat, 16 November 2018

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI INDUSTRI


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI INDUSTRI



1.     Ketentuan ISO 45001 dan OHSAS 14001

International Organization for Standarization (IOS) 45001 telah menerbitkan standar internasional yang mirip dengan OHSAS 18001:2007 dengan judul “ISO 45001: Occupational health and safety management systems – Requirements” Standar ISO 45001 memuat persyaratan sistem manajemen keselematan dan kesehatan kerja (SMK3)
Awalnya ISO 45001 diperkirakan akan dirilis pada Oktober 2016 namun ternyata proses dari DIS (Draft International Standard) menuju ke FDIS (Final Draft) terhambat di bulan November 2015 karena belum ada nya kata sepakat diantara tim teknis penyusun / Technical Commitee di IOS. Dari informasi website www.iso.org ISO 45001 akan muncul DIS ke 2 di Januari 2017 dan diperkirakan akan di rilis standar ISO nya per akhir 2017.
Namun dari DIS-1 yang sudah di publish kita bisa menarik kesimpulan bahwa acuan penyusunan ISO 45001 memang salah satunya menggunakan OHSAS 18001.
Lalu apa yang baru dengan ISO 45001 :
Pertama :
Pastinya mengadopsi High Level Structure (HLS)  berdasarkan ISO Guide 83 (“Annex SL”) yaitu struktur wajib untuk seluruh standar ISO baru dan yang akan direvisi oleh IOS serta penggunaan terminologi dan definisi umum yang ada Annex SL misalnya corrective action, management review, audit, dll. Struktur ini bertujuan untuk mempermudan proses integrasi beberapa sistem manajemen secara harmonis, terstruktur dan efisien dalam 1 perusahaan.

Kedua :
Karena menerapkan HLS maka mau tidak mau perbedaan mendasar dalam ISO 45001 jika dibandingkan dengan OHSAS 18001 ada pasal baru mengenai "Konteks Organisasi”. Bagi yang sudah pernah menerapkan ISO 26000 mengenai CSR atau ISO 31000 tentang Risk Management pasti sudah mengenal "Context of Organization" dimana sebelum membuat suatu perencanaan dalam sistem manajemen K3 nya, Organisasi wajib mempertimbangkan Isu Internal dan Eksternal serta Harapan dan Keinginan Pihak Terkait seperti Pemerintah Karyawan Masyarakat sekitar dan Pemilik Saham.
Contoh Isu Eksternal Penerapan SMK3 adalah tuntutan cuatomer misal melalui sertifikasi WRAP (Worldwide Responsible Accredited Production) yang mengharuskan suatu Perusahaan mebuktikan bahwa implementasi kegiatan bisnisnya "Aman dalam proses produksi, patuh terhadap undang-undangan mengenai lingkungan dan K3, dan senantiasa memenuhi hak-hak karyawannya termasuk keselamatan kesehatan kerja.

Ketiga :
Masih karena menerapkan HLS maka perbedaan mendasar ketiga dalam ISO 45001 jika dibandingkan dengan OHSAS 18001 adalah penerapan Struktur baru yaitu "Leadership". Dalam implementasinya Perusahaan yang menerapkan OHSAS 18001 mendelegasikan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja pada Management Representative K3 / Manajer K3. Namun dengan ISO 45001, peran K3 tidak akan menjadi tanggung jawab tunggal MR atau manajer K3 namun harus Majemen Puncak termasuk Pimpinan tiap Departemen.. Seperti apa implementasi nya ?
Salah 1 nya adalah memastikan tanggung jawab dari manajemen puncak terkait implementasi SMK3 dan peran kepemimpinan dari masing-masing Head of Departemen seperti dalam hal mengkomunikasikan kontribusi karyawan sangat lah penting bagi implementasi SMK3
seperti apa aktualnya ?
Misal saat meeting K3 Top managemen wajib hadir dan ikut memberikan materi terkait K3. Saat terjadi insiden kecelakaan kerja Manajemen harus bertanggung jawab sebagai wujud kegagalan pengawasan nya

Keempat :
Yang paling terasa juga di ISO 45001 dibanding OHSAS 18001 adalah bukan hanya mengidentifikasi dan evaluasi seberapa jauh regulasi K3 yang terkait dengan ruang lingkup SMK3 di penuhi namun Penaatan Regulasi menjadi poin utamanya

Kelima :
Dalam DIS juga terlihat bahwa ISO 45001 mempersyaratkan organisasi untuk memperhitungkan bagaimana pemasok dan kontraktor mengelola resikonya.

Keenam :
Dalam ISO 45001 beberapa konsep dasar yang berubah jika dibandingkan dengan OHSAS 18001, seperti risiko, pekerja dan tempat kerja. Ada juga istilah definisi baru seperti: monitoring, pengukuran, efektivitas, kinerja dan proses K3.
 Namun secara tujuan keseluruhan penerapan ISO 45001 adalah sama dengan OHSAS 18001 yaitu fokus kepada pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja mengurangi risiko yang tidak dapat diterima dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan semua orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi.
          
Pada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa  juga berdampak pada komunitas di sekitarnya. Beberapa organisasi yang menggunakan OHSAS 18001 mendelegasikan tanggung jawab kesehatan dan keselamatan kerja pada manajer K3, ketimbang mengintegrasikannya dalam sistem operasi organisasi. ISO 45001 menuntut penggabungan dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja dalam keseluruhan sistem manajemen organisasi, dengan demikian mendorong top manajemen untuk memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3. 
Telah berkembangan pada perusahaan dan industri dewasa ini telah menyebabkan krisis lingkungan dan energi. Bermula dari dampak industri inilah maka organisasi dan industri dituntut untuk meningkatkan pertanggungjawaban terhadap konservasi lingkungan. Berdasarkan kondisi ini, maka tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban organisasi dan industri dalam pengelolaan lingkungan menjadi meningkat. Konservasi lingkungan telah menjadi tuntutan dari pelanggan negara maju yang secara sadar melihat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dilaksanakan sejak dini untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di masa depan, maka berdasarkan kesepakatan international pada tahun 1996 International Organization for Standardization. ISO 14001 dipelajari oleh berbagai bidang pendidikan namun tidak “seumum” ISO 9001 yang banyak ditemui di bidang apa saja. Sistem manajemen ini banyak ditemui pada bidang teknik lingkungan. Selain itu sistem manajemen ini juga mempunyai kaitan dengan bidang ergonomi (teknik industri) terutama pada kuliah manajemen limbah industri.

Secara Umum ISO 45001 adalah sebuah standar internasional baru untuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3 / OH&S), yang akan segera menggantikan standar OHSAS 18001. Lalu apa perbedaan diantara keduanya? ISO 45001  adalah standar SMK3 yang dirancang oleh Komite proyek ISO). Terdapat  sejumlah perbedaan antara ISO 45001  dan OHSAS 18001.

Perbedaan utama antara ISO 45001 dan OHSAS 14001 :

  • Sama halnya dengan struktur versi terbaru dari ISO 9001 dan ISO 14001, maka ISO 45001 juga mengadopsi High Level Structure atau struktur tingkat tinggi yang terdiri dari 10 klausul dengan tujuan untuk memudahkan integrasi dengan sistem manajemen lainnya.
  • Karena mengadopsi High Level Structure, maka ISO 45001 juga menerapkan “organization and it’s context”. Sebelum menyusun sistem manajemen K3, organisasi harus mempertimbangkan isu eksternal dan internal, serta kebutuhan dan harapan dari pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, customer, shareholder, supplier, karyawan, dan masyarakat / komunitas sekitar.
  • Selain itu, dalam High Level Structure juga terdapat peran kepemimpinan atau leadership yang lebih baik. Oleh karena itu ISO 45001 menuntut pengintegrasian aspek K3 kedalam sistem manajemen perusahaan untuk dapat mendorong top manajemen memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3. Sedangkan dalam OHSAS 18001, tanggung jawab K3 biasanya didelegasikan pada manajer K3.
  • Dalam ISO 45001, organisasi tidak hanya mengidentifikasi dan mengendalikan risiko terhadap K3, namun organisasi juga dipersyaratkan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan risiko dan peluang K3 lainnya yang berkaitan dengan keberlangsungan organisasi. Sedangkan OHSAS 18001 hanya mempertimbangkan risiko K3 saja.
  • ISO 45001 lebih menekankan dan mendorong partisipasi dan kontribusi pekerja (worker participation) dalam menyusun sistem manajemen K3, sedangkan dalam OHSAS 18001 tidak clear dalam partisipasi pekerja dalam sistem manajemen K3.
  • ISO 45001 menuntut pemasok barang dan jasa (kontraktor, supplier / vendor perusahaan) untuk memenuhi persyaratan K3 karena pemasok barang dan jasa merupakan bagian yang mempengaruhi kinerja K3 organisasi, sedangkan OHSAS 18001 tidak spesifik menuntut ini.
  • ISO 45001 bersifat dinamis di semua klausul dan menggunakan pendekatan proses (sama halnya dengan ISO 9001 & ISO 14001), sedangkan OHSAS 18001 lebih berdasarkan prosedur sehingga tidak bersifat dinamis.
Poin-poin diatas mewakili pergeseran persepsi mengenai cara mengelola K3. K3 tidak lagi dikelola dengan “berdiri sendiri”, tetapi harus dilihat dengan perspektif yang kuat dan sebagai usaha untuk keberlanjutan organisasi.

2.      Ketentuan UU No.1 Tahun 1970

Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengatur tentang Keselamatan Kerja. Meskipun judulnya disebut sebagai Undang-undang Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja.

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970
  • Pengertian Tempat Kerja
Yang dimaksud dengan “tempat kerja” dalam undang-undang (UU) ini adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.

Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja:
  1. Pengurus: bertugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian tempat kerja yang berdiri sendiri. Dalam Undang-undang Keselamatan Kerja, pengurus tempat kerja berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya.
  2. Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu tempat kerja.
  3. Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan).
  4. Pegawai Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.
  5. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
  • Tujuan
Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah:
  1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
  2. Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
  3. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.

  • Dasar Hukum
  1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27
  2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Ketenagakerjaan.
  3. Beberapa Peraturan yang Berkaitan dengan K3
  4. UU No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No. 1, yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
  5. UU UAP (Stoon Ordonantie, Stdl. No.225 tahun 1930), yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat nasional.
  6. UU Timah Putih Kering, yang mengatur tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan izin dari pemerintah.
  7. UU Petasan, yang mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah.
  8. UU Rel Industri, yang mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan perdagangan.
  9. UU No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
  10. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial:
    1. Jaminan kecelakaan kerja
    2. Jaminan kematian
    3. Jaminan hari tua
    4. Jaminan pemeliharaan kesehatan

  • Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Azas-azas yang digunakan dalam UU No. 1 tahun 1970 adalah :
  1. Azas nationaliteit memberlakukan UU keselamatan kerja kepada setiap warga negara yang berada di wilayah hukum Indonesia (termasuk wilayah kedutaan Indonesia di luar negeri dan terhadap kapal-kapal yang berbendera Indonesia).
  2. Azas teritorial memberlakukan UU keselamatan kerja sebagaimana hukum pidana lainnya kepada setiap orang yang berada di wilayah atau teritorial Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali yang mendapat kekebalan diplomatik).

Dengan demikian, UU ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat 3 unsur, yaitu:
  1. Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha
  2. Adanya tenaga kerja yang bekerja
  3. Adanya bahaya kerja

  • Syarat-syarat K3
Persyaratan tersebut ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:
  1. Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.
  2. Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.
  3. Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.

  • Pengawasan K3
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU Keselamatan Kerja, sedangkan pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.

  • Pembinaan K3
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-undang Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.

  • Ketentuan Pelanggaran
Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-. Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

  • Peraturan Pelaksanaan
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
  1. Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR) 1910 berupa peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17 UU Keselamatan Kerja.
  2. Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.



3.     ANALISA KELASIFIKASI BAHAYA

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam suatu perusahaan. Salah satu yang berkaitan erat dengan K3 adalah kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar, karena manusia adalah satu-satu nya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apa pun. Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnya waktu kerja.
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6.506 cacat dan  1.883 meninggal (Ansori, 2012). Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. Menurut perkiraan ILO, para pekerja yang menderita kecelakaan kerja sebanyak 250 juta setiap tahun. Berasal dari total 335.000 tempat kerja kecelakaan fatal di seluruh dunia, kira-kira ada 170.000 kematian di tengah para pekerja di bidang pertanian. Markkanen (2004) menjelaskan juga bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang dapat menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan resiko bahaya kesehatan. Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Selain itu, hampir 40% dari total angkatan kerja bekerja di sektor pertanian. Dengan demikian, pemikiran mengenai keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang bekerja di sektor pertanian menjadi relevan. Sebagai industri pengolahan kacang tidak terlepas dari aktivitas pertanian mulai dari perkebunan sampai pada pengolahannya. Selain itu tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya, dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya. Karena adanya potensi masalah yang cukup signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kegiatan produksi di industri pengolahan kacang kulit, maka perlu dilakukan analisis terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Sabtu, 20 Oktober 2018

K3



TUGAS
KESEHATAN DAN KESEAMATAN KERJA
PT.ATOZ NUSANTARA MINING


 



Nama              :   Fatah Kemal Hasan
NPM                :   22415536
Fakultas          :   Teknologi Industri
Jurusan           :   Teknik Mesin




FAKULTAS TEKNOOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2018




BAB I

PENDAHULUAN




1.1.  Latar Belakang
          PT. Atoz Nusantara Mining adalah perusahan yang bergerak di bidang pertambangan batubara di Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. PT. ANM baru melakukan kegiatan penambangan pada tahun 2007. Dalam proses penambangan batubara, perusahaan menyadari bahwa frekuensi resiko kemungkinan terjadinya kecelakaan masih tinggi.

Pada dasarnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti sengaja melanggar peraturan keselamatan kerja yang diwajibkan dan kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan kerja yang menyangkut antara lain peralatan atau mesin-mesin, tetapi frekuensi terjadinya kecelakaan kerja lebih banyak terjadi karena faktor manusia.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan data kecelakaan pada tahun 2009 – 2012 di PT. ANM, diketahui bahwa dalam pelaksanaan kegiatan di PT. ANM masih terdapat kondisi tidak aman dan tindakan kerja tidak aman. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan kajian tentang keselamatan dan kesehatan kerja untuk menciptakan kondisi aman, menghindari tindakan tidak aman dan pengawasan pada setiap kegiatan. Dengan demikian, resiko terhadap setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan pertambangan dapat diminimalkan.

1.2.  Tujuan Penelitian
    Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.        Mengetahui tingkat resiko kecelakaan kerja pada perusahaan dengan menghitung angka kekerapan kecelakaan (frequency rate) dan tingkat keparahan kecelakaan (severity rate)
2.        Mencegah agar kecelakaan sejenis tidak terjadi lagi dengan melakukan evaluasi terhadap hal-hal yang menyebabkan sering terjadinya kecelakaan kerja pada kegiatan penambangan batubara di PT. ANM.
3.        Menurunkan tingkat kecelakaan kerja dengan menganalisis hal-hal yang sering menyebabkan kecelakaan kerja.
4.        Menganalisis kesehatan dan mencegah penyakit yang timbul akibat bekerja.

1.3.   Identifikasi Masalah
    Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam industri pertambangan sebagai suatu konsep dan pekerjaan mempunyai tujuan akhir meniadakan kecelakaan dan sekaligus menekan seminimal mungkin biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari adanya kecelakaan. Apapun program yang dicanangkan akan bermuara pada tujuan tersebut. Kecelakaan, bagaimanapun tingkat keparahannya akan tetap merugikan, tidak hanya bagi yang mengalaminya, namun perusahaan akan menanggung dampaknya. Kecelakaan, apalagi yang mengakibatkan cacat tetap atau kematian pasti menyisakan penderitaan bagi dirinya dan sanak keluarganya.

Begitu besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu kecelakaan kerja dan juga dampaknya terhadap citra perusahaan, sehingga usaha pencegahan diharapkan menjadi prioritas utama.

1.4.   Metode Penelitian
Di dalam melaksanakan penelitian ini, digabungkan antara teori dengan data-data lapangan, sehingga dari keduanya didapat pendekatan penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu:
1.        Studi Literatur
       Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, baik yang bersifat sebagai dasar penelitian maupun yang bersifat sebagai pendukung dan referensi yang berkaitan dengan kualitas dan pencampuran batubara.


2.        Observasi Lapangan
       Maksud dari observasi lapangan adalah dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Orientasi lapangan dilakukan untuk mengetahui sekilas kondisi lapangan.
3.        Pengambilan Data
       Pengambilan data terdiri dari dua cara yaitu:
a.  Pengambilan data primer
        Data yang diambil adalah kondisi dan pelayanan kesehatan bagi pekerja, kondisi bahaya di lingkungan tempat kerja, program kerja manajemen K3 dan reaksi para pekerja terhadap program yang dilakukan manajemen K3.
b. Pengambilan data sekunder
    Data yang diambil meliputi mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari buku referensi, data tersebut antara lain peta lokasi penambangan dan data curah hujan.

4.        Pengumpulan Data
       Merupakan proses pengambilan data dari berbagai sumber yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi ini. Data-data yang diambil antara lain:
a.    Sistem penambangan yang diterapkan.
b.    Kondisi front kerja dan lingkungan sekitar.
c.    Besar angka kekerapan kecelakaan.
d.   Proses terjadinya kecelakaan.
e.    Mencatat kejadian yang terjadi.

5.        Pengolahan Data
       Dari hasil pengumpulan data yang telah didapatkan dan data dari hasil survey di lokasi penambangan akan didapat data-data yang akan disusun secara sistematis dan bisa digunakan sebagai bahan analisis.


6.        Analisis Data
       Analisis terhadap berbagai data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif guna memperoleh kesimpulan sementara yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk analisis lebih lanjut dalam membuat saran.

1.5.   Pembatasan Masalah
Agar pembahasan terhadap masalah yang ada sesuai dengan tujuan penulisan skripsi ini, maka masalah pokok yang akan dibahas adalah penyebab terjadinya kecelakaan dan solusinya pada area pengolahan, jalan angkut batubara dan bengkel/kantor di PT. ANM.

1.6.   Pemecahan Masalah
Berdasarkan masalah yang dihadapi seperti yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah, maka diperlukan kajian K3 pada areal kerja PT. ANM. Kajian K3 dilakukan dengan mengevaluasi sistem manajemen keselamatan, kesehatan dan pelaksanaan peraturan K3 di areal kerja.

1.7. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.      Pelaksanaan manajemen K3 sesuai dengan prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan sehingga dapat meminimalkan jumlah kecelakaan kerja tambang.
2.      Meningkatkan wawasan karyawan mengenai arti penting pelaksanaan manajemen K3 sehingga dapat meminimalkan kerugian moril dan materil yang diakibatkan oleh terjadinya kecelakaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Nama Perusahaan dan Lokasi Beroperasi
Secara administratif lokasi IUP Eksplorasi PT. ANM terletak di Nagari Salido Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Nagari Salido Tambang adalah sebuah perkampungan kecil yang terletak kurang lebih 12 km dari Kota Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan keadaan geografisnya, wilayah IUP PT. ANM berada pada koordinat 100º35’40.00” BT sampai 100º36’09.70” BT dan 01º19’40.00” LS sampai - 01º19’15.00” LS. Lokasi penambangan batubara ini dihubungkan dengan jalan yang telah diaspal dan dapat dicapai dengan menaiki kendaraan roda empat. Terdapat sungai yang membelah wilayah KP menjadi dua bagian yaitu sungai Lubuk Agung. Luas daerah penelitian 192,08 Ha untuk keseluruhan KP.

2.2.    Iklim dan Curah Hujan
          Daerah Kabupaten Pesisir Selatan,Provinsi Sumatera Barat termasuk beriklim tropis yang mempunyai dua musim, yaitu musim hujan pada bulan  Oktober sampai bulan April dan musim kemarau pada bulan Mei sampai bulan September. Dari data curah hujan yang diperoleh pada tahun 2004-2010, curah hujan tertinggi 331 mm pada bulan Januari dan curah hujan terendah 33 mm pada bulan September.









2.3     Kondisi Topografi dan Morfologi
Pengamatan lapangan dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi, yaitu satuan perbukitan ketinggian antara di atas 100 m s/d 200 m, satuan dataran aluvial dengan ketinggian antara 50 m s/d 100 m, endapan dataran aluvial dengan ketinggian 10 m s/d 50 m di atas permukaan laut.
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran pada kenampakan morfologi, ketinggian di lapangan serta contoh batuannya, wilayah studi secara umum dapat dibagi dalam 3 satuan geomorfologi :
1.        Satuan Geomorfologi Perbukitan
Satuan geomorfologi menempati hampir 40% dari wilayah studi pada umumnya terdiri dari batuan breksi, batu pasir, batu lempung, lempung pasiran, pasir lempungan, lempung hitam (black silt), coal shally, shally coal, urat kuarsa, dan konglomerat. Ketinggian satuan ini antara 100 m – 200 m di atas permukaan laut dengan sudut lereng 30º – > 60º. Struktur di lokasi penyelidikan secara umum terdiri dari sesar geser arah utara – selatan arah N 180 E, yang memotong susunan pembawa endapan batubara, juga ada beberapa struktur minor di lokasi penyelidikan khususnya di dalam tambang, seperti
patahan (fault), dan lipatan di daerah antara daerah tambang dengan daerah Lumpo.
2.    Satuan Perbukitan

Satuan Perbukitan dengan ketinggian antara 50 m s/d 100 m yang meliputi hampir 35% daerah penyelidikan, perbukitan diikuti lembah yang dilewati oleh sungai utama dari sungai yang membetuk pola pengaliran trellis. Proses erosi

vertikal dan lateral berlangsung intensif. Litologi yang membentuk satuan ini adalah batu pasir dan batu lempung dan batu pasir lempungan.

Singkapan Batubara di daerah PT. ANM terdapat pada formasi gunung api (Formasi Painan). Pada umumnya tebalnya antara 0,9 m – 0,10 m, mempunyai litotype batubara mengkilat dan batubara mengkilat berlapis, dengan indikasi kalori tinggi, sekitar 6900 - 7300 Kcal/Kg.


2.4   Keadaan Geologi

   1.     Struktur Geologi

Berdasarkan hasil penyelidikan daerah PT. ANM berada pada daerah Tambang Salido dan Lumpo. Struktur di lokasi penyelidikan secara umum terdiri dari sesar geser arah utara – selatan arah N 180° E, yang memotong susunan pembawa endapan batubara, juga ada beberapa struktur minor di lokasi penyelidikan khususnya di dalam tambang, seperti patahan (fault), dan lipatan antiklin di daerah antara daerah Tambang Salido dengan daerah Lumpo. Susunan batuan terdiri atas batuan breksi, batu pasir, batu lempung, lempung pasiran, pasir lempungan, lempung hitam (black silt), coal shally, shally coal, urat kuarsa, dan konglomerat. Geologi daerah 100 Ha meliputi hampir 80% di atas permukaan berupa endapan pasir dan sebagian lempung dan endapan batuan beku.

2     Genesa Batubara PT. ANM

Batubara yang mempunyai rumus kimia C, H dan O adalah bahan tambang yang tidak termasuk dalam kelompok mineral. Batubara (coal) adalah bahan bakar hidro-karbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh tekanan dan temperatur yang berlangsung lama sekali (hingga puluhan-ratusan juta tahun).


Proses pembentukan batubara memakan waktu hingga puluhan juta tahun, dimulai dari pembentukan gambut (peat) kemudian menjadi lignite, sub-bituminous, bituminous hingga antrasit. Proses pembentukan batubara/pembatubaraan dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsur-angsur dari zat pembakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed karbon) dalam bahan asal batubara bertambah.

Tahapan dan proses pembentukan batubara dapat digolongkan menjadi dua kejadian, yaitu pertama tahap/fase diagenesa (pengrusakan dan penguraian) oleh organisme, atau sering disebut tahap/fase biokimia. Tahap/fase biokimia merupakan tahap pertama dalam pembentukan batubara yang dimulai dari penguraian tumbuh-tumbuhan sampai terbentuknya peat. Ini merupakan proses penghancuran oleh bakteri anaerobic terhadap bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan) sehingga terbentuk gel (seperti agar-agar) yang disebut gelly. Gel tersebut sebagai bahan pembentuk
lapisan batubara, kemudian akan terendapkan/terkumpul sebagai suatu massa yang mempat yang kemudian disebut peat (gambut). Tahap kedua adalah tahap metamorfosa atau yang sering juga disebut sebagai tahap geokimia. Tahap ini dimulai dari terbentuknya peat sampai terbentuknya batubara. Pada tahap ini yang memegang peranan adalah tekanan dan temperatur. Makin tinggi temperatur dan makin kuat tekanan maka akan bertambah tinggi kadar batubara yang terbentuk. Pada gambar 2.4 menunjukan tahapan pembentukan batubara.

Target produksi PT. ANM adalah sebesar 54.000 ton/tahun. Kualitas merupakan hal terpenting dalam batubara karena dari kualitas mempengaruhi harga penjualan dari batubara. Nilai kalori batubara pada lokasi PT. Atoz Nusanatara Mining adalah 7.000 Kkal/kg. Pada daerah eksplorasi PT. ANM ini, dilakukan analisis proximate terhadap contoh batubara yang diperoleh dari singkapan (testpit) dan pemboran (core).



2.5   Kegiatan Penambangan

Penambangan batubara pada PT. ANM dilakukan dengan metode Strip Mine. Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan tanah penutup yang tipis dilanjutkan ke singkapan batubara yang mempunyai lapisan tanah penutup tebal sampai batas pit. Tahap kegiatan penambangan yang dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang dibuat oleh bagian planning. Adapun rangkaian kegiatan penambangan meliputi pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah pucuk, penggalian dan pemindahan lapisan penutup (over burden), penambangan dan pengangkutan batubara.

1.     Pembersihan Lahan Sekaligus Pengupasan dan Pemindahan Tanah Pucuk Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang akan ditambang. Beberapa pekerjaan yang akan dilakukan berkaitan dengan operasi ini adalah :

a.  Pembabatan semak dan perdu

Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer Caterpillar D7G, yang menjalankan fungsi gali-dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar. Semak dan perdu yang menutupi area penambangan didorong ke daerah-daerah pembuangan.

b.   Penebangan pohon dan pemotongan kayu

     Penebangan pohon-pohon dan pemotongan kayu-kayu yang ada dilakukan sebelum operasi pembersihan lahan penambangan. Lahan dari lokasi yang akan ditambang biasanya ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon, dari yang berukuran kecil sampai besar. Untuk pohon yang berukuran besar perlu dilakukan pemotongan dengan mesin potong (chainsaw). Pohon yang telah dipotong, kayunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dalam operasi pemindahan kayu-kayu, digunakan alat pengangkut beban berat dan rantai besi untuk pengikat dan penarik, kemudian diangkut dengan truk.
c.    Pengupasan tanah pucuk (top soil)

Operasi pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) yang banyak mengandung bahan organik hasil pelapukan yang menyuburkan tanah, dilakukan setelah pembersihan lahan penambangan. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan bulldozer Caterpillar D7G. Lapisan tanah pucuk (top soil) didorong dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dekat dengan daerah operasi bulldozer, kemudian tanah pucuk (top soil) tersebut dimuat dengan menggunakan backhoe Caterpillar 250 D dan diangkut dengan dengan dump truck Volvo A40E menuju ke tempat penyimpanan sementara tanah pucuk (top soil). Timbunan tanah subur ini nantinya akan dimanfaatkan pada saat melakukan pekerjaan reklamasi.

2.      Penggalian dan Pemindahan Lapisan Penutup

Operasi penggalian lapisan penutup (sandstone dan mudstone) berupa over burden dilakukan dengan metode pemboran menggunakan Caterpillar Ingersole rand DM45E. Pemuatan over burden menggunakan back hoe Caterpillar 250 D dibantu dengan bulldozer Caterpillar D7G. Untuk material lemah sampai sedang, langsung dilakukan penggalian dan pemuatan ke dump truck volvo A40E. Bila masih ditemukan material keras, terlebih dahulu diberaikan dengan bulldozer yang dilengkapi dengan ripper, kemudian digali dan dimuat ke backhoe. Pada prinsipnya pengupasan lapisan tanah penutup ditangani dengan metode Drilling dan Blasting.

Kegiatan pemboran dan peledakan di samping dilakukan untuk batuan penutup yang keras juga dilakukan apabila ingin mempercepat proses produksi. Pelaksanaan operasional pemboran dan peledakan dilakukan berdasarkan rencana target produksi yang ditetapkan.

Setelah batuan penutup terbongkar kemudian dimuat dengan alat muat back hoe Caterpillar 250 D dengan kapisitas bucket 1,8 m3 dan diangkut dengan dump truck volvo A40E kapasitas 39 ton ke lokasi penimbunan (dumping area) yang telah direncanakan, berupa penambangan terdekat atau daerah-daerah kosong yang ada disekitar tambang atau disebut dengan metode back filling. Penerapan metode back filling sekaligus diintegrasikan dengan program reklamasi tambang. Hal ini akan memberikan keuntungan, karena akan mereduksi jarak angkut over burden dan biaya reklamasi tambang dari daerah tersebut.

3.     Penggalian dan Pemindahan Batubara

Operasi penggalian batubara dilakukan dengan menggunakan back hoe (Caterpillar 250 D) dibantu dengan bulldozer (Caterpillar D7G). Setelah itu langsung dimuat ke dump truck Mitsubshi 220 PS dengan kapasitas 35 ton. Batubara yang masih bercampur dengan parting (material pengotor batubara) akan diangkut ke stockpile untuk dipisahkan.

Batubara yang berada di PT. ANM umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan yang dikelompokan sebagai seam A, B dan seam C, setiap seam mempunyai kualitas/ parameter batubara yang berbeda. Untuk menghasilkan produk batubara guna memenuhi permintaan pasar maka dilakukan proses blending (mengkombinasikan/ mencampur batubara seam A, B dan seam C ) di stockpile. Dilakukan proses blending batubara bertujuan untuk mendapatkan hasil/ produk kualitas batubara yang disesuaikan dengan permintaan pembeli, misalnya untuk mendapatkan nilai kalori, sulfur, ash dan kandungan air yang diinginkan pembeli. Dalam proses pengolahan batubara, PT. ANM tidak melakukan proses pengolahan basah atau proses pencucian batubara.

2.6   Pelaksanaan K3

Pelaksanaan K3 pada PT. ANM dilakukan sepenuhnya di bawah pengawasan Departemen Lingkungan & K3 PT. ANM. Meskipun PT. ANM berdiri pada tahun 2007, namun Departemen Lingkungan & K3 baru resmi berdiri pada Februari 2009. Departemen Lingkungan & K3 pada PT. ANM adalah departemen yang membuat peraturan tentang keselamatan kerja pada karyawan serta pelaksanaan K3 pada PT.

ANM. Meskipun telah dibuat peraturan tertulis tentang K3, namun pada kenyataannya pelaksaan di lapangan belum sepenuhnya dijalankan oleh sebagian karyawan karena sanksi yang tidak tegas.

2.7   UU K3 di PT.ATOZ NUSANTARA MINING
2.7.1. UU no 1 tahun 1970
Velligheldsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1970 (stbl. No.406) dan semenjak itu disana sini mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata dalam haI sudah terbelakang dan perlu diperbaharui se­suai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkem­bangan serta kemajuan teknik, tehnologi dan industriaiisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. 
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pelik banyak dipakai ini, bahan-bahan tehnis baru banyak diolah dan diper­gunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas dimana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja opera­sionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin mesin; alat-alat; pesawat-pesa­wat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. 
Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tenteram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerja, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. 
Pengawasan berdasarkan Veligheidsreglement seluruhnya bersifat repressief. Dalam Undang-undang ini diadakan perubahan prinsipil dengan merubahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat Preveatief. Dalam praktek dan pengalaman  perlu adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk merubah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan terpasang didalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. 
Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perubahan-perubahan yang Penting, baik dalam isi maupun bentuk dan sistimatikanya. 
Pembaharuan dan perluasannya adalah mengenai:
1.        Paluasan ruang Iingkup.
2.        Perubahan pengawasan repressief manjadi pre-ventief.
3.        Perumusan teknis yang lebih tegas.
4.        Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5.        Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi management dan Tenaga Kerja.
6.        Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan


2.7.2  Pedoman  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  Berdasarkan  KeputusanMenteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995

1.    Kewajiban Pengusaha Pertambangan

Berdasarkan Pasal 4, kewajiban pengusaha pertambangan adalah:

1.       Pengusaha baru dapat memulai kegiatan usaha pertambangan setelah memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
2.       Pengusaha dalam waktu dua (2) minggu setelah salah satu dari setiap kegiatan di bawah ini harus mengirimkan laporan tertulis kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang, yaitu:

a.         Memenuhi kegiatan eksplorasi, pembukaan tambang dan terowongan baru mendatar atau terowongan pada lapisan batubara tambang bawah tanah.

b.        Memulai pembuatan sumuran baru atau jalan keluar untuk setiap tambang bawah tanah.

c.         Menghentikan kegiatan atau meninggalkan setiap tambang permukaan atau setiap terowongan mendatar atau terowongan pada lapisan, sumuran atau jalan keluar dari tambang bawah tanah yang dihitung 12 bulan dari tanggal kegiatan terakhir, kecuali telah ditinggalkan sebelumnya.

3.       Pengusaha harus menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya peraturan ini.

4.       Pengusaha harus menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri yang diperlukan sesuai dengan jenis, sifat dan bahaya pada pekerjaan yang dilakukannya dan bagi setiap orang memasuki tempat usaha pertambangan.

5.       Berdasarkan pertimbangan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang, pengusaha harus menyediakan akomodasi yang patut atau dekat usaha pertambangan untuk pelaksana Inspeksi Tambang selama melaksanakan tugasnya.

6.       Pengusaha harus memberikan bantuan sepenuhnya kepada Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melaksanakan tugasnya.

7.       Pengusaha harus menghentikan pekerjaan usaha pertambangan, apabila Kepala Teknik Tambang atau petugas yang ditunjuk tidak berada pada pekerjaan usaha tersebut.


2.7.3. Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.      Pasal 24, Tugas Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tanggungjawab sebagai berikut:

a.    Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau kejadian yang berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan, menganalisis kecelakaan dan pencegahan kecelakaan.

b.        Menumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberi saran kepada Kepala Teknik Tambang tentang cara penambangan atau tata cara kerja, alat-alat penambangan dan penggunaan alat-alat deteksi serta alat-alat pelindung diri.

c.         Memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan mengadakan pertemuan-pertemuan, ceramah-ceramah, diskusi-diskusi, pemutaran film, publikasi dan lain sebagainya.

d.        Apabila diperlukan, membentuk dan melatih anggota-anggota tim penyelamat tambang.

e.         Menyusun statistik kecelakaan.

f.         Melakukan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2.      Berdasarkan pasal 39, kecelakaan tambang harus memenuhi lima (5) unsur sebagai berikut:

a.      Benar-benar terjadi.

b.      Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang.

c.      Akibat kegiatan usaha tambang.

d.     Terjadi pada jam pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin.

e.      Terjadi di dalam wilayah usaha pertambangan atau wilayah proyek.

2.7.4.  Menurut Pasal 40 dalam, cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut:


1.     Cidera ringan

Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih sari satu (1) hari dan kurang dari tiga (3) minggu, termasuk hari Minggu dan hari libur.

2           Cidera berat

a.         Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari tiga (3) minggu, termasuk hari Minggu dan hari-hari libur.
b.        Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap (individu) yang tidak mampu menjalankan tugas semula, dan

c.         Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak mampu melaksanakan tugas semula, tetapi mengalami cidera seperti salah satu di bawah ini:

·         Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha dan kaki.

·         Pendarahan di dalam, atau pingsan disebabkan kurang oksigen.

·         Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan tetap.

·         Persendian yang lepas di mana sebelumnya tidak pernah terjadi.

3.         Mati

Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalm waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut.

2.7.5. Alat Pelindung Diri

Berdasarkan Pasal 83, tentang Alat Pelindung Diri:

1.         Perlindungan para pekerja terhadap udara kotor yang berbahaya sedapat mungkin dilakukan dengan cara pencegahan pencemaran, mengeluarkan debu dengan kipas angin isap atau melarutkan dengan udara bersih. Apabila tindakan pengendalian tersebut belum dilaksanakan, maka para pekerja pada tempat tersebut harus memakai alat pelindung pernafasan yang sesuai.

2.         Apabila menggunakan alat pelindung pernafasan, maka rencana pemilihan alat, perawatan pelatihan, pemasangan, pengawasan, pemberian dan penggunaannya harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang.

Data Peralatan dan Pendukung Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di PT. ANM

No.
Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jumlah yang


Tersedia
1.
Masker
15 buah



2.
Helm
23 buah



3.
Kacamata
12 buah



4.
Sarung Tangan
12 pasang



5.
Ear Plug
-



6.
Rompi
14 buah



7.
Alat Pemadam Kebakaran
5 buah



8.
Sepatu Pengaman
42 pasang



Sumber : PT. Atoz Nusantara Mining

2.8   Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari proses manajemen keseluruhan mempunyai peranan penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan melalui pengendalian rugi perusahaan tersebut. Alasan ini adalah tepat, mengingat penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di dalam suatu perusahaan bertujuan mencegah, mengurangi dan menanggulangi setiap bentuk kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak dikehendaki serta mencegah, mengurangi dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja. Setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya antara lain karena manusianya dan peralatannya. Penyebab kecelakaan ini yang harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan karena setiap pekerjaan pasti dapat ilakukan dengan selamat.

Keberhasilan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam suatu industri pertambangan sangat bergantung pada pandangan manajemen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri. Ungkapan ini didasarkan pada kenyataan di mana masih banyak terdapat pandangan bahwa penerapan keselamatan




dan kesehatan kerja dalam kegiatannya akan mengurangi perolehan dan keuntungan. Pandangan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan, karena pada hakekatnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja justru akan melipatgandakan keuntungan melalui pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian dan peningkatan produktifitas. Bahkan tidaklah berlebihan kiranya apabila suatu industri yang memiliki resiko tinggi seperti industri pertambangan berpandangan bahwa pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggungjawab seluruh para penambang dan tidak semata-mata tanggungjawab sautu bagian atau pengusaha pertambangan.

Hal ini dimungkinkan mengingat adanya pernyataan manajemen yang mengidentifikasikan masalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu segala perlakuan terhadap produk tidak dapat dibedakan dengan perlakuan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting diperhatikan dan diselamatkan antara lain untuk:

1.    Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan waktu kerja dan kehilangan pemasukan keuangan.

2.    Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan pemasukan keuangan dan masa depan yang tidak menentu.

3.    Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran biaya

kompensasi akibat kecelakaan, kehilangan waktu karena terhentinya kegiatan dan menurunnya produksi dari perusahaan tersebut.

Kerangka dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat disusun sebagai berikut:

1.  Fungsi utama manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Contoh dari kelima fungsi ini ditentukan oleh konsep dasar keselamatan dan kesehatan kerja yang dianut oleh perusahaan.

2.   Kegiatan utama manajemen yang meliputi pembiayaan dan pelaporannya, pengoperasian, produk pemasaran dan penjualan serta





     sistem komunikasi dan informasi. Kegiatan-kegiatan ini merupakan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

3.   Sumber daya dan pembatas yang meliputi manusia, materialisme dan peralatan, kebutuhan konsumen, kondisi ekonomi masayarakat dan

     lingkungan kerja serta peraturan pemerintah dapat merupakan kegiatan manajemen dan fungsi manajemen.

Dengan melandaskan pada kerangka dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka tujuan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah melakukan pencegahan kecelakaan atau kerugian perusahaan dengan merealisasikan setiap fungsi manajemen dalam melaksanakan kegiatan yang dibatasi oleh sumber atau masukan yang dimiliki.

Sepuluh kunci pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

1.       Penentuan tata pelaksanaan kerja.

2.       Perbaikan metode kerja.

3.       Penempatan pekerjaan yang tepat.

4.       Pembinaan dan pengawasan dalam menjalankan tugas.

5.       Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

6.       Pemeliharaan syarat lingkungan kerja.

7.       Pemeriksaaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

8.        Penyelesaian pada waktu ditemukan kelainan dan waktu terjadinya kecelakaan.

9.        Peningkatan kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

10.    Kreatifitas untuk mencegah kecelakaan.

Sasaran utama setiap perusahaan adalah mengurangi biaya yang harus ditanggung akibat dari kecelakaan kerja. Inilah sebabnya setiap perusahaan harus menyusun kerangka tindakan untuk mencegah kecelakaan. Kerangka tindakan ini harus mencakup:

1.      Pengawasan kebiasaan kerja.

2.      Penyesuaian kecepatan arus produksi dengan kemampuan optimum para karyawan.

3.      Peningkatan mekanisme yang tepat guna.


4.      Penyesuaian volume produksi dengan jam proses yang optimum.

5.      Pembentukan panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bawah seorang Manajer Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang profesional.

2.9   Jumlah Pegawai dan Batas Waktu Kerja
Jumlah jam kerja sehari : 20 jam
Jumlah hari kerja setahun : 335 hari
Jumlah tenaga kerja : 92
Jumlah jam kerja per tahun dari tahun 2009-2012 = 20 jam/hari x 335 hari x 92 = 616.400 jam



BAB III

PENUTUP


3.1           Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari ini adalah :
1.        Dalam pelaksanaan kegiatan di PT. Atoz Nusantara Mining, masih banyak terdapat tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan.
2.        Upaya penanggulangan faktor personal yang berpengaruh terhadap produktifitas dan kinerja karyawan antara lain :

a.   Peningkatan program manajemen kelelahan dengan mengidentifikasi sumber yang menyebabkan kelelahan.

b.   Peningkatan ketrampilan karyawan baik dalam bidang kerjanya maupun dalam bidang keselamatan kerja.
















DAFTAR PUSTAKA

Ø  Maradona,henry ,2013,Tinjauan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Area Pertambangan Dan Pengolahan Tambang Terbuka Pt.Atoz Nusantara Mining Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat,Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta